BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia
yang berpusat di Jawa Timur dan pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga
1500 M oleh Raden wijaya, tepatnya di daerah Trowulan yang sekarang menjadi Mojokerto. Berdirinya kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan dari
kerajaan Singhasari yang runtuh akibat serangan dari
bangsa Mongol. Kerajaan ini mencapai
puncak kejayaan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yg berkuasa dari tahun 1350
hingga 1389. Majapahit menguasai kerajaan-kerajaan lain di semenanjung Malaya, Borneo, Sumatra, Bali dan Filipina. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu terakhir yg menguasai Semenanjung Malaya
dan dianggap sebagai salah satu karajaan terbesar di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
awal berdirinya kerajaan Majapahit?
2. Bagaimana
puncak kejayaan kerajaan Majapahit?
3. Bagaimana
silsilah kerajaan Majapahit?
4. Siapa
sajakah empat orang putri keturunan dari Kertanegara?
5. Apakah
yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Majapahit?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Majapahit
2. Untuk
mengetahui silsilah pada erajaan Majapahit
3. Untuk
mengetahui siapa saja keturunan dari Kertanegara
4. Untuk
mengetahui penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit
5. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Kuno
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Awal Berdirinya Kerajaan
Majapahit
Pada saat
terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang bagian utara,
ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari selatan. Maka ketika
Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana Kerajaan Singasari hampir
habis dilalap api dan mendengar Kertanegara telah terbunuh bersama
pembesar-pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-sisa
tentaranya yang masih setia dan dibantu penduduk desa Kugagu. Setelah merasa
aman ia pergi ke Madura meminta perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat
bantuannya ia berhasil menduduki tahta, dengan menghadiahkan daerah tarik
kepada Raden Wijaya sebagai daerah kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang
ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan
menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya memanfaatkan situasi itu untuk bekerja
sama menyerang Jayakatwang. Setelah Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol
berpesta pora merayakan kemenanganya. Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh
Raden Wijaya untuk berbalik melawan tentara Mongol, sehingga tentara Mongol
terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya. Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan
bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah
menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan,
penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke
Singhasari yang menuntut Upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk
membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan
memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi
besar ke Jawa tahun 1293. Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah
menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang
memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang
menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa
surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada
Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang hati. Raden
Wijaya kemudian di beri hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa
"pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya
bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah
berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya
sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut
karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan
terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau mereka
terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal
kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja,
yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal
10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.
Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa,
termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun
pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung
oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra
Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini
disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih
Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk dapat di penjara, lalu di hukum mati. Wijaya meninggal dunia pada
tahun 1309 menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai
posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak
terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap.
Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara.
Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat
lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara,
seorang pendeta Italia, Oodrico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada
tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri
Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih
mengundurkan diri dari istana dan memilih menjadi Bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak
perempuannya Tribhuwana untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336,
Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah
Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan
kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di
kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya
pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
B. Kejayaan Kerajaan
Majapahit
Bidadari Majapahit yang anggun, arca
cetakan emasapsara (bidadari surgawi) gaya khas Majapahit menggambarkan dengan
sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai "zaman keemasan" nusantara.
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350
hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan
mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit
menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV,
daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, Semenajung Malaya, Kalimantan
Sulawesi, Kepulauan Nusa
Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina.
Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian, batasan alam dan ekonomi
menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di
bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh
perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki
hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan
bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan dan
ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin
persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat
mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai
Permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian
persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya
bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam
Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa
kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan
Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan
gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan
akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat
dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa,
dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk
membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam
naskah Kidung Sunda yang disusun di Bali dan juga naskah Cerita
Parahiyangan. Kisah ini
disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam
Nagarakretagama. Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365
menyebutkan budaya Keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita
rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang
rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang
membentang dari Sumatra ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku.
Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara
masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi
pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur
dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas,
pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Pada
tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan
serangan laut untuk menumpas pemberontakan di
Palembang.
C. Silsilah Kerajaan
Majapahit
Wijaya menobatkan dirinya menjadi raja
Majapahit. Menurut kidung Harsa-Wijaya,
penobatannya itu terjadi pada saat purnama
bulan Karttika (ri purneng Karttikamasa).
Walaupun Kidung Harsa Wijaya tidak menyebutkan angka tahun penobatannya, angka
tahun penobatan ini dapat diketahui berdasarkan kehadiran tentara Kubhilai Khan
di Jawa, yaitu pada tahun 1293 M seperti disebutkan dalam berita China. Tahun
1293 M ini bertepatan dengan tahun Saka 1215. Dengan demikian, saat penobatan
Wijaya menjadi raja itu berlangsung pada tanggal 15 Karttika 1215 Saka, yang
berdasarkan unsur-unsur pertanggalnya bertepatan dengan tanggal 10 November
1293 M.
Sepeninggalnya Kertarajasa pada tahun 1309 M,
putranya Jayanagara dinobatkan menjadi raja. Di dalam salah satu prasastinya ia
disebutkan dengan nama gelar abhisekanya
Sri Sundarapandyadewadhiswarana-Maharajabhiseka Wikramotunggadewa. Pada waktu
ayahnya masih memrintah, yakni pada tahun 1296 M, sebagai seorang putra mahkota
Jayanagara telah berkedudukan pula sebagai kumararaja. Raja Jayanagara tidak berputra.
Sepeninggalannya pada tahun 1328 M ia digantikan oleh adik perempuannya, yaitu
Bhre Kahuripan. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan nama gelar abhiseka Tribhuwanotunggadewi
Jayawisnuwarddhani. Tribhuwana memerintah selama dua belas tahun. Pada tahun
1350 M ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan digantikan oleh anaknya Hayam
Wuruk. Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit pada tahun 1350 M dengan
gelar Sri Rajasanagara dan dikenal dengan nama Bhra Hyang Wekasing Sukha. Sepeninggal raja Hayam Wuruk, takhta kerajaan
Majapahit diduduki oleh Wikramawarddhana (Bhra Hyang Wisesa). Wikramawarddhana
mulai memerintah pada tahun 1389 M. Ia memerintah dua belas tahun lamanya. Pada
tahun 1400 M ia mengundurkan diri dari pemerintahan, menjadi seorang pendeta
(bhagawan), dan mengangkat anaknya yang bernama Suhita untuk menggantikannya
menjadi raja Majapahit.
Masa pemerintahan Suhita berakhir dengan
meninggalnya Suhita pada tahun 1447 M. Ia didharmakan di Singhajaya bersama-sama
dengan suaminya Bhra Hyang Parameswara (Aji Ratnapangkaja) yang meninggal pada
tahun 1446 M. Karena Suhita tidak mempunyai anak, sepeninggalnya takhta
kerajaan Majapahit diduduki oleh adiknya Bhre Tumapel Dyah Kertawijaya. Sepeninggal Kertawijaya, Bhre Pamotan
menggantikan menjadi Raja dengan bergelar Sri Rajasawarddhana. Ia dikenal pula
dengan sebutan Sang Sinagara. Sepeninggal Rajasawarddhana selama tiga tahun (1453-1456 M) Majapahit
mengalami masa kekosongan tanpa raja (inter-regnum). Akibatnya, sepeninggal
Rajasawarddhana tidak ada seseorang pun di antara keluarga raja-raja Majapahit
yang sanggup tampil untuk segera memegang tumpuk pemerintahan di Majapahit.
Setelah interregnum
berlangsung selama tiga tahun, pada tshun 1456 M tampilah Dyah Suryawikrama
Girisawarddhana menaikin takhta kerajaan Majapahit. Ia adalah salah seorang
anak Dyah Kertawijaya yang semasa pemerintahan ayahnya menjadi raja daerah di
Wengker (Bhattara ing Wengker).
Sebagai gantinya kemudian Bhre Pandan Salas menjadi raja di Majapahit. Ia dikenal pula dengan nama Dyah Suraprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Penyingkiran Bhre Pandan Salas dari keratonnya
itu disebabkan serangan dari Bhre Kertabhumi, yang ingin merebut kekuasaan
Majapahit. Dari Parraton diketahui
bahwa Bhre Kertabhumi adalah anak bungsu Sang Sinagara (Rajasawarddhana). Berdasarkan keterangan yang terdapat di dalam
prasasti-prasasti Girindrawarddhana tersebut dapat diduga bahwa ketika keraton
Majapahit diserang oleh Bhre Kertabhumi, Bhre Pandan Salas menyingkir ke Daha.
Di Daha ia kemudian meneruskan pemerintahnnya sampai saat ia meninggal pada
tahun 1474 M.Sepeninggal Dyah Suraprabhawa, kedudukannya sebagai raja Majapahit
digantikan oleh anaknya Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya.
D. Putri-Putri
Keturunan Kertanagara
Kertanagara
memiliki 4 orang putri yang bernama Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari,
Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Sri Jayendradewi Dyah Dewi
Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Menurut prasasti Balawi
dan Nagarakretagama, Raden Wijaya menikah dengan empat orang putri Kertanagara, raja
terakhir Kerajaan Singhasari, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Sedangkan
menurut Pararaton, ia hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja,
serta seorang putri dari Kerajaan Malayu bernama Dara Petak, yaitu
salah satu dari dua putri yang dibawa kembali dari Melayu oleh
pasukan yang dulunya dikirim oleh Kertanagara yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu pada masa kerajaan Singhasari. Dara Petak
merupakan salah seorang putri Srimat Tribhuwanaraja
Mauliwarmadewa Raja Melayu dari Kerajaan Dharmasraya.
Menurut
prasasti Sukamerta dan prasasti Balawi, Raden Wijaya memiliki seorang putra
dari Tribhuwaneswari bernama Jayanagara. Sedangkan Jayanagara menurut Pararaton adalah putra Dara Petak, dan
menurut Nagarakretagama adalah putra Indreswari. Sementara itu, dari
Gayatri lahir dua orang putri bernama Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat. Namun ada juga pendapat lain, dimana Raden Wijaya juga mengambil Dara Jingga yang juga
salah seorang putri Kerajaan Melayu sebagai istrinya selain dari Dara Petak,
karena Dara Jingga juga dikenal memiliki sebutan sira alaki dewa — dia
yang dinikahi orang yang bergelar dewa.
E. Runtuhnya Kerajaan
Majapahit
Sesudah
mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan
Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun
1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta.
Kerajaan
Majapahit runtuh pada tahun Saka 1400 (1478 M). Saat keruntuhannya disimpulkan
dalam candrasengkala sirna-ilang-kertaning-bhumi,
dan disebutkan pula bahwa keruntuhannya itu disebabkan serangan dari kerajaan
Islam Demak. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan ternyata bahwa pada
saat itu kerajaan Majapahit belum runtuh dan masih berdiri untuk beberapa waktu
yang cukup lama lagi. Prasasti-prasasti batu yang berasal dari tahun 1486 M,
masih menyebut adanya kekuasaan kerajaan Majapahit. Rajanya yang berkuasa pada
waktu itu bernama Dyah Ranawijaya yang bergelar
Girindrawarddhana, bahkan ia disebutkan pula sebagai seorang Sri Paduka Maharaja Sri Wilwatiktapura
Janggala Kadiri Prabhunatha.
Waktu
berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun
1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan
berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1518. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang
berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun
berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti
sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya
digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11
Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden
Patah yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya
dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tapi
mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal
di tangan Raden Kusen adik Raden
Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah
untuk meneruskan pembangunan masjid Demak. Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia
telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri).
Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena
penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri
sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta,
dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar
untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka
mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi. Dengan
jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan
Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak
dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui
sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak,
legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan
seorang putri China. Catatan
sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan
Italia (Pigafetta)
mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan
penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa
dari Kesultanan Demak, antara
tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan
regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat
itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di
Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai
menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger,
kawasan Bromo dan Semeru.
DAFTAR PUSTAKA
o Notosusanto, Nugroho. 2011. Sejarah Nasional Indonesia
Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
o Purwadi. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta: Gelombang
Pasang
o
https://id.wikipedia.org/wiki/Majapahit
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQDg26SKbdc4jMK90drPV6NhLTen0razAfwgfUuZ23foQgxR-ZKmClZpjUuwI46ouTz1kK3VS8GeBveBwChzgVPn4VdE4J3YuRGsm3NMs0MBxAiEmKg53nHtp4iuzwe8AtuLFFBT1HZS8d/s640/WANGSA-RAJASA.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar